Rian Bayu Ristian

RESUME BIAYA MODAL



 BIAYA MODAL


1.     DEFINISI
     Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan. Modal terdiri dari item-item yang ada di sisi kanan suatu neraca, yaitu: hutang, saham biasa, saham preferen dan laba ditahan.
     Perhitungan biaya penggunaan modal sangatlah penting berdasarkan 3 alasan: 11 maksimisasi nilai perusahaan mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya modal j diminimumkan, 2) keputusan penganggaran modal (capital budgeting) memerlukan suatu estimasi tentang biaya modal, dan 3) keputusan-keputusan lain seperti leasing, modal kerja juga memerlukan estimasi biaya modal.
     Biaya modal yang tepat untuk semua keputusan adalah rata-rata tertimbang dari seluruh komponen modal (Weighted Cost of Capital atau WACC)
     Tidak semua komponen modal diperhitungkan dalam menentukan WACC. Hutang dagang (Accounts Payable) tidak diperhitungkan dalam penentuan WACC karena: (1) tidak terlalu dap at dikontrol oleh manajemen, (2) diperlakukan sebagai arus kas modal kerja bersih dalam proses penganggaran modal.
     Hutang wesel (notes payable) atau hutang jangka pendek yang berbunga (short-term interest-bearing debt) dimasukkan dalam perhitungan WACC hanya jika hutang tersebut merupakan bagian dari pembelanjaan tetap perusahaan, bukan merupakan pembelanjaan sementara.
     Pada umumnya hutang jangka panjang dari modal sendiri merupakan unsur untuk menghitung WACC. Dengan demikian kita harus menghitung: (1) Biaya hutang (cost of debt), (2) Biaya laba ditahan (cost of retained earning), (3) Biaya saham biasa baru ( cost of new common stock ) dan (4) Biaya saham preferen (cost of preferred stock)
     Biaya modal harus dihitung berdasarkan suatu basis setelah pajak (after tax basis), karena arus kas setelah pajak adalah yang paling relevan untuk keputusan inves-tasi.

2.     BIAYA HUTANG (COST OF DEBT)
     Jika perusahaan menggunakan obligasi sebagai sarana untuk memperoleh dana dari hutang jangka panjang, maka biaya hutang adalah sama dengan Kd atau Yield To maturity (YTM) yaitu tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemegang / pembeli obligasi.

Contoh:
Perusahaan menerbitkan obligasi yang membayar bunga 10%, nilai nominal 1.000,-, jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Obligasi tersebut terjual dengan liurga 1.000,-.
Biaya hutang dapat dicari dengan cara:
Harga obligasi =
= (PVIFA, kd, n) + (PVIF, kd, n)
1000,- = 100 (PVIFA, kd, 5) + 1000 (PVIF, kd, 5)
Dengan menggunakan bantuan tabel PVIFA dan PVIF, kita dapat menemukan Kd sebesar 10%. Untuk lebih jelas, silahkan melihat kembali bab penilaian obligasi.
-      Biaya hutang (Kd) ini merupakan biaya hutang sebelum pajak (pre-tax cost). Dalam menghitung WACC, yang relavan adalah biaya hutang setelah pajak (After-tax cost of debt).



            Biaya hutang sesudah pajak = Biaya hutang sebelum pajak x (1- tingkat pajak).

 
 



Contoh:
Kd      = 10%
Pajak = 15%
Biaya hutang setelah pajak = 10% (1-15%) = 8,5%

Hal ini didasari pada kenyataan bahwa hutang menimbulkan biaya bunga yang akan menurunkan penghasilan yang dikenai pajak. Dengan demikian penggunaan hutang dapat mengurangi pajak yang harus dibayar. Ini adalah salah satu keuntungan menggunakan hutang dibanding menggunakan modal sendiri. Penggu­naan hutang disebut bersifat tax-deductible.

3.     BIAYA SAHAM PREFEREN
·      Biaya saham preferen adalah sama dengan tingkat keuntungan yang dinikmati pembeli saham preferen atau Kp.


Kp =
 
 



Dimana :
Kp        = Biaya saham preferen
Dp    = Dividen sahan preferen tahunan
Pn     = Harga saham preferen bersih yang diterima perusahaan penerbit (setelah dikurang biaya peluncuran saham atau flotation cost ) 

Contoh :
Perusahaan menjual saham preferen yang memberikan dividen 10 per tahun. Harga saham adalah 100,- dengan flotation cost 2,5,- per lembar saham.
Kp =
 =  = 10,26%



4.     BIAYA LABA DITAHAN
·      Suatu perusahaan dapat memperoleh modal sendiri melalui 2 cara: (1) menahan sebagai laba dan (2) menerbitkan saham biasa baru.
·      Biaya laba ditahan adalah sama dengan Ks atau tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham biasa perusahaan yang bersangkutan. Mengapa? Dasarnya adalah prinsip “opportunity cost”. Jika laba tidak ditahan, laba tersebut akan dibagikan dalam bentuk dividen. Investor yang menerima dividen dapat menggunakannya untuk membeli obligasi, saham perusahaan lain, ditabung di bank atau diinvestasikan pada proyek-proyek. Jika laba

·      tersebut ditahan berarti pemegang saham menginvestasikan kembali laba yang menjadi haknya ke perusahaan (plow back fund). Oleh sebab itu pemegang saham mensyaratkan bahwa perusahaan harus dapat memberikan keuntungan paling tidak sebesar keuntungan yang dapat diper-oleh oleh pemegang saham pada alternative investasi yang memiliki risiko yang sama dengan risiko perusahaan.
·      Ada 3 cara untuk menaksir Ks, yaitu: (1) CAPM, (2) Discounted Cash Flow (DCF) model dan (3) pendekatan Bond-Yield-Plus-Risk Premium.
(1)   Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model).
Kk = Bunga bebas risiko + premi risiko.


                         Ks = krf + (kM – krf). bi
 
 


Dimana:
Ks   = tingkat keuntungan yang disyaratkan pada saham perusahaan i.
Krf  = bunga bebas risiko
KM    = tingkat keuntungan yang disyaratkan pasa portfolio pasar / indeks pasar
bi   = beta saham perusahaan i

(2)   Pendekatan Discounted Cash Flow (DCF) model.
Modal penilaian saham dengan menggunakan DCF model adalah:
Po =  + … +
Jika Dividen bertumbuh secara konstan, kita gunakan Gordon Model :
Po =



Ks =
 
 
Maka
Dimana:
D1 = Dividen akhir periode
Po  = Harga Saham pada awal periode
g  = tingkat pertumbuhan dividen
Untuk lebih jelas, silahkan lihat bab penilaian saham (Bab VI)

·      Pendekatan Bond-Yield-Plus-Risk Premium.


              Ks = tingkat keuntungan obigasi perusahaan + premi risiko
 
 


Membeli saham biasa pada umumnya lebih berisiko daripada membeli obligasi yang memberikan penghasilan yang tetap dan relative pasti. Oleh karena itu investor yang membeli saham biasa mengharapkan suatu premi risiko diatas tingkat keuntungan obligasi. Premi risisko ini besarnya tergantung pada kondisi perusahaan dan kondisi perekonomian.


5.     BIAYA SAHAM BIASA BARU
·      Biaya saham biasa baru atau external equity capital (Kc) lebih tinggi dari biaya laba ditahan (Ks) karena penjualan saham baru memerlukan biaya peluncuran / emisi saham atau flotation cost. Flotation cost akan mengurangi penerimaan perusahaan dari penjualan saham. Biaya ini terdiri dari: biaya mencetak saham, komisi untuk pihak penjamin emisi saham, penawaran saham, dll.
·      Gordon Model dengan memperhitungkan flotation cost:
Po(1-F) =


Ke =  + g
 
 
Maka:
Dimana:
Ke   = Biaya saham biasa baru
Po   = Harga jual saham
F    = Flotation Cost
D1   = Dividen saham pada t=1
g    = Divedend growth

Contoh:
Saham baru perusahaan terjual dengan harga 32. Flotation cost adalah 15% dari harga jual. Dividen mendatang (D1) diperkirakan sebesar 2,4 dan dividen diharapkan bertumbuh secara konstan dengan tingkat pertumbuhan 6,5%.
e =  +g
    = + 6,5%
    = 15,3%

Jika menggunakan laba ditahan, biaya laba ditahan adalah:
e =  + g
    =  + 6,5%
    = 14%
Dengan demikian jika kita tidak menahan laba dan membiayai kebutuhan modal sendiri dengan menjual saham baru, kita dikenai biaya modal yang 1,3% lebih tinggi 1,3% ini disebut flotation cost adjustment.


                              Flotation cost adjustment = DCF Ke- DCF Ks
 
 


Perlu dicatat bahwa untuk menaksir Ke, kita hanya menggunakan 1 metode yakni Discounted cash flow, sedangkan untuk menaksir Ks kita gunakan 3 metode. Namun demikian, Ke dapat ditaksir pula dengan metode CAPM dan Bond-Yield-plus-Risk premium dengan menggunakan rumus:
     Ke = Ks + Flotation cost adjusment
 
 
 Contoh:
Ks menurut CAPM adalah 14,7%. Dengan menggunakan model DCF, kita dapat meng-hitung Flotation cost adjustment, yaitu sebesar 1,3%. Maka:
Ke = 14,7% +1,3%
      = 16%

 
6.     WEIGHTED AVERAGE COST OF CAPITAL
-      Setelah membahas komponen modal secara individu, kita tiba pada pertanyaan: bagaimana menghitung biaya modal secara keseluruhan? Jawabnya adalah menghitung Weighted Average Cost of Capital atau WACC dengan rumus:


                          WACC = Ka = wd.Kd (1-T) + wp.kp + Ws (Ks atau Ke)


 
 


Dimana:
WACC   = Biaya modal rata-rata tertimbang
Wd       = Persentase hutang dari modal
Wp       = Persentase saham preferen dari modal
Ws        = Persentase saham biasa atau laba ditahan dari modal
Kd        = Biaya hutang
Kp        = Biaya saham preferen
Ks         = Biaya laba ditahan
Ke         = Biaya saham biasa baru
T          = Pajak (dalam persentase).

Wd, Wp, Ws didasarkan pada sasaran struktur modal (capital structure) perusahaan yang dihitung dengan nilai pasar (Market value)nya. Setiap perusahaan harus memiliki suatu struktur modal yang dapat meminimumkan biaya modal sehingga dapat memaksimumkan harga saham.

Contoh:
Target struktur modal perusaliaan adalah 30% hutang, 10% saham preferen dan 60% modal sendirl (yang seluruhnya berasal dari laba ditahan). Biaya hutang adalah 12%, biaya saham preferen 12,6% dan biaya laba ditahan 16,5% pajak diketahui sebesar 40%.
WACC   = Wd.Kd (1-T) + Wp.Kp + Ws.Ks
           = 0,3 (12%) (1-40%) + 0,1 (12,6%) + 0,6 (16,5%)
           = 13,32%

7.     SKEDUL MARGINAL COST OF CAPITAL
-      Marginal Cost of Capital (MCC) adalah biaya memperoleh rupiah tambahan sebagai modal baru. Pada umumnya, biaya marginal modal akan meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan modal.
Contoh:
Suatu perusahaan membutuhkan modal baru sebanyak 500 juta. Struktur modal yang hendak dicapai adalah 60% modal sendiri dari saham biasa atau laba ditahan (Common equity), 30% hutang, dan 10% saham preferen. Tarif pajak adalah 40%. Biaya hutang sebelum pajak adalah 14% dan biaya saham preferen 12,6%. Perusahaan berharap dapat menahan laba sebesar 100 juta. Biaya laba ditahan 16%, biaya saham biasa baru 16,8%. WACC jika menggunakan laba ditahan adalah:
WACC   = Wd .Kd (1-T) + Wp .Kp + Ws .Ks
           = (0,3) (14%) (1-40%) + (0,1) (12,6%) + (0,6) (16%)
           = 13,38%
WACC jika menggunakan saham biasa baru adalah:
WACC   = W K (1-T) + W K + W .K
           = (0,3) (14%) (1-40%) + (0,1) (12,6%) + (0,6) (16,8%)
           = 13,86%
       Karena  menggunakan saham biasa baru lebih mahal, perusahaan pada umumnya berusaha menggunakan laba ditahan sebanyak mungkin. Jika kurang, baru digunakan saham biasa baru. Pada soal diatas perusahaan menargetkan 60% modal sendiri dari saham biasa atau laba ditahan 60% dari 500 juta adalah 300 juta. Sedangkan laba ditahan hanya 100 juta. Sehingga perusahaan harus menerbitkan saham biasa baru untuk memperoleh 200 juta. Artinya sampai titik dimana modal sendiri diperoleh dari laba ditahan, WACC perusahaan adalah 13,38%. Setelah melewati titik tersebut, kebutuhan modal sendiri harus dipenuhi dari penjualan saham baru sehingga WACC berubah menjadi 13,86%.

       Titik dimana MCC naik tersebut disebut "Break point". Break point dapat dicari dengan rumus:
 
Break point pada soal sebelumnya adalah:
Jumlah laba ditahan           =100
juta proporsi modal sendiri = 60 %
Break point =      = 166.666.666,7
Artinya, pada saat dana baru yang diperoleh mencapai angka 166.666.666,7, perusahaan telah menggunakan 0,6 (166.666.666,7) = 100 juta laba ditahan. Setelah angka ini, perusahaan harus menerbitkan saham biasa baru.
·           Menggambar skedul MCC
Persoalan sebelumnya dapat digambar dalam suatu skedul Marginal Cost of Capital:
·           Skedul MCC dengan depresiasi
Selain saham biasa baru dan laba ditahan, perusahaan juga dapat memanfaatkan deprisiasi. Depresiasi adalah suatu “noncash expense”, dianggap sebagai biaya tapi kita tidak kehilangan sepeserpun uang kas kita. Artinya, depresiasi dicatat sebagai biaya tetapi uang untuk ”membayar” biaya tersebut tidak dari kas kita, tetap ada dalam kas. Depresiasi biasanya ditunjukan untuk mengganti aktiva yang telah habis usianya. Tapi bagi perusahaan, depresiasi ini merupakan arus kas yang dapat digunakan untuk investasi pada aktiva tetap perusahaan (reinvestment atau investasi kembali). Dengan demikian, depresiasi dapat memperpanjang break point atau menunda kenaikan WACC. Biaya penggunaan dari depresiasi (cost of depreciation) adalah sebesar WACC sebelum perusahaan menggunakan dana yang berasal dari emisi saham baru.
Contoh:
Melanjutkan soal sebelumnya, misalnya diketahui bahwa perusahaan memiliki dana dari depresiasi sebesar 50 juta. Skedul MCC akan menjadi

A adalah titik dimana seluruh dana depresiasi telah dipakai habis
B adalah titik dimana seluruh laba ditahan telah dipakai habis.


 DASAR – DASAR
PENGEMBANGAN MODAL

1.  DEFINISI DAN METODE
·         Modal atua capital disini merujuk pada aktiva tetap yang digunakan dalam operasi perusahaan
·         Anggaran atua budget adalah suatu rencana yang menjelaskan arus kas keluar dan arus kas yang masuk diproyeksikan (diprediksi) selama periode tertentu di masa mendatang
·         Anggaran modal adalah suatu tinjauan umum tentang pengeluaran-pengeluaran yang terencana pada aktiva-aktiva tetap
·         Penganggaran modal adalah keseluruhan proses menganalisis proyek-proyek dan menentukan apakah proyek-proyek tersebut harus dimasukan dalam anggaran modal (capital budget)
·         Keputusan-keputusan penganggaran modal sangat penting karena:
1)   Implikasi dari keputasan tersebut akan berlangsung terus hingga suatu periode yang cukup lama atau memiliki konsekuensi jangka panjang
2)   Menentukan bentuk-bentuk aktiva yang dimiliki peruasahaan
3)   Melibatakan pengeluaran yang besar
·         Perusahaan dapat mengklasifikasikan proyek-proyek yang dianalisis dalam beberapa kategori proyek:
1)   Penggantian (replacement) untuk mempertahankan bisnis yang ada.
2)   Penggantian untuk mengurangi biaya.
3)   Pengembangan produk yang ada atau pasar sekarang.
4)   Pengenbangan produk baru atau pasar baru.
5)   Keamanan dan lingkungan.
·         Proses penganggaran modal memiliki prosedur yang sama seperti proses menilai sekuritas (misalnya saham dan obligasi). Proses tersebut adalah:
1)   Arus kas proyek diperkirakan
2)   Resiko dari arus kas proyek ditentukan dan digunakan bersama WACC perusahaan untuk memperkirakan tingkat diskonto (discount rate) proyek,
yang disebut “biaya modal proyek” atau project cost of capital.
3)   Arus kas didiskonto untuk menghitung present value-nya.
4)   Present value dari pemasukan (arus kas masuk atau cash inflows) di bandingkan dengan present value dari pengeluaran atau biaya (arus kas keluar atau cash outflows). Jika present value arus kas masuk lebih besar, proyek seharusnya diterima karena akan meningkatkan nilai perusahaan.
·         Memperkirakan arus kas proyek merupakan langkah yang paling penting sekaligus paling sulit. Untuk itu topik ini akan dibicarakan dalam bab tersendiri (bab berikutnya).
·         Setelah arus kas proyek diperkirakan, langkah berikut adalah dievaluasi dengan menggunakan suatu metoda untuk menentukan apakah proyek harus diterima atau ditolak. Ada paling tidak 5 metoda yang umum digunakan:
1)   Payback period dan discounted payback period
2)   Net Present Value (NPV)
3)   Internal Rate of Return (IRR)
4)   Profitability Index (PI)
5)   Modified IRR (MIRR)

2.     METODE PAYBACK PERIOD DAN DISCONTED PAYBACK PERIOD
Payback period adalah periode waktu yang di perlukan untuk mengembalikan investasi pada proyek.
Contoh :
    Tahun        Perkiraan Arus kas bersih        Arus kas kumulatif
                           Setelah Pajak proyek X
Tahun
Perkiraan Arus kas bersih
Setelah Proyek “X”
Arus kas kumulatif
0
1
2
3
4
(1.000.000)
500.000
400.000
300.000
100.000
(1.000.000)
(500.000)
(100.000)
200.000
100.000

Investasi sebesar 1 juta dapat di kembalikan pada akhir tahun ke-3. Jika arus kas di    asumsikan terjadi sepajang tahun secara sama, maka pada tahun ke-3, Rp 100.000,- dapat dikembalikan dalam :
 
Maka payback period adalah 2 tahun atau 2 tahun 4 bulan. Jika ada proyek lain yangmemiliki payback period 2 tahun dan kita haurs memilih, maka proyek yang memiliki payback period lebih pendek yang lebih disukai.
·         Kriteria: Tidak ada batas waktu yang jelas, semuannya tergantung pada pemilik modal. Namun pada umumnya, payback period yang lebih disukai.
·         Keuntungan metoda payback period: mudah dihitung dan dimengerti. Selain itu, payback period memberikan informasi mengenai informasi mengenai resiko dan likuiditas proyek. Proyek yang payback period-nya pendek memiliki risiko yang lebih kecil dan likuiditas yang lebih baik.
·         Kelemahan metode payback period: mengabaikan arus kas satelah payback period dan nila waktu uang.

COntoh :
   Tahun       Perkiraan  Arus kas proyek A       Arus kas proyek B
      0                     ( 1.000.000 )                    ( 1.000.000 )
      1                       1.000.000                         500.000

Payback period proyek A = 1 tahun
Payback period proyek B = 1,5 tahun


Menurut metode payback period, proyek A lebih baik. Tapi sebenarnya proyek B lebih baik menguntungkan karena pada tahun ke 3 dan 4,proyek B masih mengkasilkan arus kas sebesar 3 juta,sementara proyek A sudah berhenti memberikan pemasukan.

Tahun
Perkiraan Arus kas Proyek “C”
Arus kas Proyek “D”
0
1
2
3
(1.000.000)
-
900.000
100.000
(1.000.000)
800.000
100.000
100.000

      Ke 2 proyek memiliki payback period yang sama yaitu 3 tahun, tapi proyek D sebenarnya lebih menarik karena memberikan 800.000,- pada tahun pertama sementara proyek C tidak memberikan apa-apa. Present value arus kas masuk proyek D lebih besar dari present value kas masuk proyek C.
·      Kelemahan mengabaikan nilai waktu uang ini dapat di atasi dengan memodifikasi metode payback period menjadi metode discounted payback period. Dengan metode ini,arus kas diskonto ( di cari present value –nya ) kemudian baru di cari payback period-nya

Contoh :
     Tahun          Perkiraan                          Present Value arus                 arus kas kumulatif
                     Arus kas proyek               kas di diskonto pada 10%
        0             ( 1.000.000 )                           ( 1.000.000 )                            ( 1.000.000 )
        1                   500.000                                   455.000                              (    545.000 )
        2                   400.000                                   331.000                              (    214.000 )
        3                   300.000                                   225.000                                      11.000
        4                   100.000                                     68.000                                      79.000

Discounted payback period = 2+ 214.000
                                        225.000
                                        = 2.95 tahun
Meski banyak kelemahannya, metoda payback period masih terus digunakan secara intensif dalam membuat keputusan penganggaran modal. Tapi metoda ini tidak digunakan sebagai alat utama, melainkan hanya indicator dari likuiditas dan resiko proyek.


3.     METODE NET PRESENT VALUE
·         Metoda ini menggunakan teknik Discounted Cash Flow (DCF) untuk memperhitungkan nilai waktu uang dari semua arus kas proyek.
·         NPV didefinisikan sebagai:
 
   
Dimana:
          CFt = Cash flow atau arus kas pada waktu t
          K    = Biaya modal proyek (project cost of capital)
          T    = periode waktu
          n    = usia proyek
·         Arus kas dapat berupa pengeluaran (cash outflows) dan penerima (cash inflows). Cash outflows diberi tanda – (negative) dan cash inflows diberi tanda + (positif).
·         Kriteria penerimaan: NPV nol atau positif, yang berarti present value dari arus kas masuk sama dengan atua lebih besar dari present value dari arus kas keluar. Dengandemikian, jika NPV proyek negative, proyek tersebut harus ditolak. Jika 2 proyek bersifat “mutually Exclusive” (artinya hanya 1 yang dipilih) maka proyek yang memiliki NPV positif yang terbesar yang dipilih.

4.     METODE INTERNAL RATE OF RETURN
-     IRR adalah suatu tingkat diskonto (discount rate) yang menyamakan present value cash inflows dengan present value cash outflows. Atau suatu tingkat diskonto yang membuat NPV = 0;
-     IRR juga diartikan sebagai “tingkat keuntungan yang diperkirakan akan dihasilakan oleh proyek “ atau “ expected rate of return”;
-     Rumus untuk menghitung IRR adalah:


 
 


Dimana:
R = IRR atau tingkat diskonto yang menyebabkan NPV = 0
Contoh:
Tahun
Perkiraan Arus kas Proyek “X”
0
1
2
3
4
(1.000.000)
500.000
400.000
300.000
100.000
   

R atau IRR dapat dicari dengan bantuan tabel PVIF, untuk itu kita harus menggunakan teknik coba-coba atau “train and error”
Misalnya,  jika r = 14%, NPV = 8083,-
               Jika r = 15%, NPV = -8330,-

Artinya r yang membuat NPV = 0 ada diantara 14% sampai dengan 15%. Untuk menemukan IRR, kita gunakan teknik interpolasi sebagai berikut:
-     Kreteria penerimaan proyek: Jika IRR lebih besar atau sama dengan project cost of capital maka proyek sebaiknya diterima, jika IRR lebih kecil dari project cost of capital, proyek harus ditolak. Mengapa? IRR dapat dipandang sebagai sesuatu tingkat keuntungan yang diharapkan dari proyek (expected rate of return). Sedangkan project cost of capital adalah tingkat keuntungan yang di syaratkan (required rate of return). Jika IRR lebih besar dari biaya modal proyek, proyek dapat membayar biaya modal proyek dan tetap menghasilkan suatu surplus keuntungan yang dinikmati oleh pemegang saham. Dengan demikian, mengambil proyek yang IRR-nya (expected rate of return) lebih besar dari biaya modal proyek (required rate of return) akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham;
-     Jika IRR sama dengan biaya modal proyek, proyek diperkirakan akan menghasilkan keuntungan sebesar yang disyaratkan oleh pemilik modal, tidak lebih tidak kurang. Kondisi ini tentunya masih dapat diterima oleh pemilik modal (baik pemilik modal asing atau kreditur maupun pemilik modal sendir;
-     Jika terdapat 2 proyek yang bersifat mutually exclusive, proyek dengan IRR yang lebih tinggi yang sebaiknya dipilih, dengan asumsi IRR kedua proyek lebih besar atau sama dengan biaya modal proyek. Hal ini berlaku pula untuk lebih dari 2 proyek yang matually exclusive. Pada kondisi ini, proyek dengan IRR terbesar yang dipilih, dengan asumsi IRR biaya modal;
-     Kelemahan metode IRR: Jika proyek memiliki arus kas yang “tidak normal”, ada kemungkinan IRR tidak dapat digunakan. Yang dimaksud arus kas ”yang normal” adalah serangkaian (satu atau lebih) arus kas keluar diikuti dengan serangkaian arus kas masuk. Pada arus kas yang “tidak normal”, arus kas negative (pengeluaran) muncul selama tahun-tahun setelah proyek berjalan. Jika arus kas “tidak normal”, dapat ditimbulkan masalah “multiple IRR” atau IRR ganda.

5.     METODE PROFITABILITY INDEX
-    
 
Profitability Index atau PI adalah rasio antara Present Value Penerimaan arus kas dan Present Value pengeluaran arus kas. Metode ini sering pula disebut “Benefit Cost Ratio”;


Dimana:
CIFt        = Cash inflows pada periode t
COFt           = Cash outflows pada periode t
K           = Biaya modal proyek
t            = Periode waktu
-     Kriteria Penerimaan Proyek: Suatu proyek diterima jika PI proyek adalah sama dengan atau lebih besar dari 1. Jika PI proyek sama dengan atau lebih besar dari 1, artinya PV penerimaan sama dengan atau lebih besar dari PV pengeluaran. Sebaliknya, jika PI proyek lebih kecil dari 1, proyek di tolak. Untuk proyek yang mutually exclusive, proyek dengan PI lebih besar yang dipilih, dengan catatan PI  1.

6.     PERBANDINGAN ANTARA METODA NPV DAN IRR
-     Secara matematis, metoda NPV, IRR dan PI sealu memberikan rekomendasi yang sama untuk menerima atau menolak proyek-proyek yang indenpenden (bukan mutually exclusive). Dua proyek disebut indenpenden jika keputusan terima/tolak proyek satu tidak mempengaruhi keputusan terima/tolak proyek lainnya.
-     Jika suatu proyek memiliki NPV = 0, maka IRR = biaya modal dan PI = 1. Oleh karena itu, jika NPV > 0, IRR > biaya modal dan PI > 1.
Contoh:
Tahun
Perkiraan Arus kas Proyek “X”
0
1
2
3
4
(1.000.000)
500.000
400.000
300.000
100.000

Biaya modal proyek adalah 10%
NPV    proyek = 78,820
IRR     proyek = 14,55%
PI       proyek = 1,079
Menurut ke 3 metoda tersebut, proyek harus diterima karena: NPV positif, IRR lebih besar dari biaya modal proyek dan PI lebih besar dari 1
-     Namun demikian, metoda NPV, IRR dan PI dapat memberikan ranking yang berbeda satu sama lain pada proyek-proyek yang mutually exclusive.

7.     METODA MODIFIED INTERNAL RATE OF RETURN
-     MIRR adalah suatu tingkat diskonto yang menyebabkan present value biaya (pengeluaran) = present value nilai terminal, dimana nilai terminal adalah future value dari arus kas masuk (cash inflows) yang digandakan dengan biaya modal maka:


 
 



Dimana:
CIFt               = Cash inflows pada periode t
MIRR             = Modified IRR
n                   = Usia Proyek
Nilai terminal  = FV dari CIF yang digandakan dengan suku bunga sebesar biaya modal
k                   = Biaya modal proyek

Contoh:
Tahun
Perkiraan Arus kas Proyek “X”
0
1
2
3
4
(1.000.000)
500.000
400.000
300.000
100.000

Biaya modal proyek = 10%
 
Nilai MIRR yaitu sebesar 12,1% dapat dicari dengan cara:
 
(1 + MIRR)4         = 1,5795
Log (1 + MIRR)4  = log 1,5795
4 log (1 + MIRR)     = 0,1985
Log (1 + MIRR)    = 0,0496
1 + MIRR             = Anilog (0,0496)
1 + MIRR             = 1,12098
      MIRR             = 0,121
                           = 12,1%
Perhitungan MIRR dengan program EXCEL:



                             = MIRR (A1; Aj; B%, B%)
 
 
Rumus:
Ai : Aj menunjukkan sel-sel kas proyek, B% menunjukkan biaya modal proyek (tingkat diskonto)
-     MIRR memiliki kelebihan disbanding IRR karena MIRR mengasumsikan arus kas dari proyek diinvestasikan kembali (digandakan) dengan menggunakan biaya modal. Selain itu MIRR juga dapat menghindari masalah “multiple IRR” yang terjadi pada metoda IRR.
-     Jika 2 proyek yang mutually exclusive memiliki skala yang sama dan usia yang sama, NPV dan MIRR akan memberikan keputusan yang sama. Tapi jika ke 2 proyek tersebut berbeda skala atau ukurannya (biayanya), dapat terjadi konflik antara NPV dan MIRR. Dalam hal ini, NPV tetap lebih Baik.s

8.     PERBANDINGAN METODA NPV DAN PI
-     Untuk menilai proyek yang independent, ke 2 metoda akan memberikan keputusan yang sama. Tapi untuk menilai 2 proyek yang mutually exclusive, dapat timbul konflik ranking antara NPV dan PI.
Contoh:
Tahun
Arus kas proyek “P”
Arus kas Proyek “R”
0
1
(5.000.000)
6.000.000
(1.000.000)
130.000
Biaya modal untuk ke 2 proyek adalah sama yaitu 10
 
 
 
 
 
 
 
 
  = 1,18
Menurut NPV, proyek “P” harus dipilih. Tapi menurut PI, proyek “R” yang harus dipilih. Mana yang benar? Kalau kita ingin memaksimumkan nilai perusahaan, maka proyek “P” yang harus dipilih karena akan memberikan tambahan nilai besar 454.545 dibanding dengan hanya 18.182 jika proyek “R” yang dipilih. Kelemahan PI adalah ukurannya dalam proporsi, bukan angka absolute.

9.     PERUBAHAN BIAYA MODAL DAN NPV
-     Selama ini kita selaluu mengasumsikan bahwa biaya modal konstan dari waktu ke waktu. Seandainya perusahaan mengantisipasi bahwa biaya modal tidak konstan, perhitungan NPV harus memasukkan fenomena ini.
Contoh:
Tahun
Arus kas Proyek
0
1
2
3

(1.000.000)
4.100.000
4.100.000
4.100.000


Jika biaya modal tetap 10 sepanjang usia proyek:
 
Seandainya biaya modal tidak tetap , tapi diperkirakan 10% pada tahun 1, 12% pada tahun 2 14% pada tahun 3, maka:

 
 
Jika kita menggunakan metoda IRR, akan timbul masalah karena biaya modal tidak tetap. IRR harus dibandingkan dengan apa? Hal ini memperkuat alas an kita untuk menggunakan metoda NPV.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

2 Response to "RESUME BIAYA MODAL"